Senin, 16 April 2018

Menangisi Jenazah


BOLEH MENANGISI JENAZAH, ASAL TIDAK MERATAPI

Luthfi Bashori

Menangis karena sedih ditinggal wafat salah satu keluarga atau orang yang dicintai hingga melelehkan air mata itu hukumnya boleh, asalkan tidak meratap-ratap atau meraung-raung apalagi hingga merobek baju maupun menyakiti badan sendiri, sebagaimana yang lazim disebut Niyahah seperti yang sering diperagakan oleh kaum Syiah. Sedih menangisi jenazah hukumnya boleh, sedangkan Niyahah itu hukumnya haram secara mutlak.

Sy. Abdulllah bin Umar RA memberitakan, ketika Sy. Sa’ad bin Ubadah RA jatuh sakit, Rasulullah SAW mengunjunginya bersama Sy. Abdurrahman bin Auf RA, Sy. Sa’ad bin Abi Waqqash RA, dan Abdullah bin Mas’ud RA. Sewaktu Nabi SAW dan para shahabat sampai di sana, Sa’ad sedang pingsan.

“Apakah sudah meninggal?” Tanya Nabi Muhammad SAW.

“Belum, wahai Rasulullah.”

Maka Nabi Muhammad SAW menangis. Melihat beliau menangis, para shahabat pun turut menangis.

“Tahukah kaliah?” tanya Rasulullah SAW. “Sesungguhnya Allah tidak menyiksa seseorang karena menangis dan tidak pula karena bersedih hati. Akan tetapi, Allah akan menyiksa karena ini (beliau menunjuk lidahnya) atau memberi rahmat karenanya.” (HR. Muslim).

Menangisi jenazah secara wajar itu sangatlah manusiawi dan menandakan dirinya masih punya hati, punya rasa iba serta berprikemanusiaan. Hati yang lembut, tentu akan merasakan kesedihan saat ditinggal wafat oleh orang-orang yang dicintainya.

Berbeda dengan orang yang hatinya mati, perangainya keras, jiwanya kering keimanannya tipis, maka tidak ada yang dapat mengingatkan dirinya bahkan oleh peristiwa kematian keluarga dekatnya sekalipun. Orang-orang yang seperti ini agak sulit diharapkan kebaikannya.

Sy. Usamah bin Zaid RA menceritakan bahwa pada suatu hari ketika para shahabat bersama-sama Nabi SAW, datanglah seorang suruhan putri beliau (Zainab) yang mengabarkan bahwa anak dari putrinya itu (cucu Nabi SAW) maninggal dan meminta beliau datang.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Pulanglah kamu, sampaikanlah padanya bahwa kepunyaan Allah jualah yang telah diambil dan diberikan-Nya, segala sesuatu telah di tetapkan Allah ajalnya.”

Beberapa waktu kemudian, orang suruhan itu datang lagi, “Dia (Zainab) benar-benar sangat mengharapakan kesudian Rasulullah SAW menjenguknya.”

Pergilah Nabi SAW beserta para shahabatnya, antara lain Sy. Sa’ad bin Ubadah dan Mu’adz bin Jabal, serta Usamah bin Zaid. Sesampai di rumah Zainab, seseorang memberikan jenazah anak Zainab itu kepada beliau. Seketika napas beliau tersengal-sengal seperti seorang kelelahan. Air mata beliau pun tak terbendung lagi.

“Mengapa begini, wahai Rasulullah?” Tanya Sa’ad

Nabi Muhammad SAW menjawab, “Ini adalah rahmat yang dijadikan Allah dalam hati setiap hamba-Nya yang pengasih.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, Sy. Anas RA menceritakan, “Aku menyaksikan jenazah seorang putri Nabi SAW dimakamkan. Rasulullah SAW duduk di sisi kuburannya, dan aku melihat baliau mencucurkan air mata.” (HR. Al-Bukhari).

Begitulah salah satu amaliyah Nabi Muhammad SAW yang sekaligus dapat dicontoh oleh umat Islam. Tentu sangat berbeda dengan Niyahah atau ratapan terhadap jenazah yang dilarang oleh beliau SAW.

Sy. Ummu Salamah RA  mengungkapkan, ketika suaminya (Abu Salamah RA) meninggal, ia berujar, “Aku ini orang asing, (suamiku) meninggal pula di negeri asing. Akan kuratapi dia sepuas-puasnya supaya menjadi buah bibir orang.”

Sewaktu ia bersiap-siap akan meratapi suaminya, kata Sy. Ummu Salamah RA, datanglah seorang wanita dari dusun yang menawarkan diri menolongnya meratap. Akan tetapi datang Rasulullah SAW menghampirinya dan bersabda, “Apakah kamu ingin memasukkan kembali setan ke rumah ini, padahal Allah telah mengeluarkannya dari sini?”

Nabi SAW mengulangi sabdanya sampai dua kali. Mendengar itu, Sy. Ummu Salamah RA tidak jadi meratap. (HR. Muslim).

Seperti juga riwayat Sy. Ibnu Abbas RA, beliau menuturkan, bahwa ketika Sy. Zainab binti Rasulullah SAW meninggal dunia, para wanita menangis. Lalu Sy. Umar RA memukul mereka dengan (ujung) cambuknya.

“Sabar ya Umar,” cegah Rasulullah SAW. Lalu beliau SAW bersabda, “Takutlah kalian meraung-raung yang berasal dari setan. Sungguh jika tangisan itu sekadar mengeluarkan air mata karena kesedihan hati, maka itu berasal dari Allah dan perasaan iba. Sedangkan jika tangisan itu meraung-raung diikuti perbuatan tangan (merobek-robek baju atau memukuli diri sendiri), maka itu berasal dari setan.” (HR. Ahmad).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar