🕌Asshofa' kamis pagi 28/12/17 dengan kajian kitab yaqutunnafis
اما الأواني و الاجتهاد الذي هو : بذل المجهود في تحصيل المقصود، فمن وسائل الوسائل.
و المقاصد هي : الوضوء، و الغسل، و التيمم، و إزالة النجاسة
Adapun wadah/perabotan dan Ijtihad ( Mengerahkan usaha atau kemampuan untuk mendapatkan tujuan ), Maka itu adalah termasuk dari pada wasailul wasail ( "perantaranya perantara" ).
Dan Tujuan-tujuan bersuci yaitu : Wudlu', Mandi, Tayammum, dan Menghilangkan Najis.
Perantaranya perantara yang dengannya kita akan sampai atau bisa memakai kepada wasail ( "empat Perantara" ) : Air, Debu, Penyamak kulit, dan Batu istinja' ( dibuat bersuci ) yaitu : الآنية "wadah/perabotan" & الاجتهاد ( "Mengerahkan usaha atau kemampuan untuk mendapatkan tujuan" ).
الآنية ( wadah/perabotan )
☕☕☕☕☕☕☕
Wadah/perabotan yang terbuat dari emas dan perak hukum memakai nya haram secara umum Laki-laki dan perempuan tanpa dloruroh ( terpaksa/kepepet ) karena datang hadits :
لا تشربوا في أواني الذهب و الفضة، و لا تأكلوا في صحافهما
Janganlah kalian minum dari wadah/perabotan yang terbuat dari emas dan perak, dan janganlah kalian makan pada nampan dari emas dan perak.
Dalam hadits yang diharamkan adalah digunakan minum dan makan, sedangkan penggunaan yang lain seperti digunakan untuk wudlu', mandi dll juga diharamkan, alasannya karena diqiyaskan ( disamakan ) pada makan dan minum. Untuk penyebutan dalam hadits cuma makan dan minum karena keduanya adalah yang paling Nampak atau sering.
Diharamkannya menggunakan perabotan dari emas dan perak walaupun bendanya kecil dan menggunakannya sedikit Semisal tusuk celak dll. Dan apakah ini termasuk dosa besar atau kecil, ada perbedaan antara ulama', tapi paling penting adalah kita lihat kepada siapa kita berbuat dosa, sehingga kita menganggap tidak ada dosa kecil.
Wadah/perabotan yang terbuat dari emas dan perak hukum menyewakan untuk digunakan juga haram.
#Menyimpan perabotan dari emas dan perak. Para ulama’ terjadi perbedaan pendapat ( khilaf ) mengenai hukumnya sekalipun tanpa menggunakannya, yaitu :
-Mengikuti qoul Ashoh Hukumnya adalah haram, karena menyimpannya bisa menarik seseorang untuk menggunakannya, dan pendapat inilah yang mu’tamad ( yang bisa dijadikan pegangan ).
-Muqobilul Ashoh ( kebalikan dari Ashoh ), Hukumnya diperbolehkan, karena dalil yang menunjukkan pelarangan adalah didalam menggunakan, bukan dalam menyimpannya.
#Hukum menggunakan dan menyepuh perabotan yang disepuh dengan emas atau perak itu di perinci, yaitu:
-HARAM dengan syarat sepuhannya itu banyak, sekiranya bila dipanaskan dg api akan ada sesuatu yang memuai dan menetes berupa emas atau perak.
-Tidak HARAM Bila sepuhannya itu sedikit, sekiranya bila perabotan itu dipanaskan dg api tidak ada sedikitpun yang menetes berupa emas atau perak.
#Apabila ada perabotan dari emas atau perak yang disepuh dengan selainnya, misalnya disepuh dengan tembaga, biji timah atau lainnya, maka dalam menggunakan dan menyimpannya jika sepuhannya menyeluruh hukumnya boleh.
#Adapun wadah yang ditambal dengan emas mengenai hukumnya dikalangan para ulama terjadi khilaf ( perbedaan pendapat ) yaitu :
Mengikuti Imam An-Nawawi haram secara mutlak, dan pendapat inilah yang mu’tamad ( yang bisa dijadikan pegangan ).
Mengikuti Imam Rofi’i Hukum menggunakan wadah yang ditambal dengan emas itu ditafshil ( diperinci ), seperti perincian yang ada pada wadah yang ditambal dengan perak.
Wadah yang ditambal dari perak hukum menggunakan dan menyimpannya itu tafsil ( diperinci ) sebagai berikut :
1&2 .Tambalannya besar dan untuk Zinah ( hiasan ) atau separuh² tujuannya, maka hukumnya haram.
3. Tambalannya Besar sesuai hajat ( kebutuhan ) maka hukumnya makruh.
4. Tambalannya kecil dan untuk tujuan Zinah ( hiasan ) maka hukumnya makruh.
5. Tambalannya kecil sesuai hajat ( kebutuhan ) maka diperbolehkan "mubah".
NB : Batasan besar dan kecil dikembalikan kepada urf ( kebiasaan manusia ), Penambalan pada asalnya digunakan untuk menutup sesuatu yang berlubang, tetapi yang dimaksud nambal disini adalah diumumkan yaitu sesuatu yang dijadikan (dilekatkan) pada sekitar wadah atau sesuatu yang dijadikan mengelilingi wadah.
الإجتهاد ( Mengerahkan usaha atau kemampuan untuk mendapatkan tujuan )
Jika seseorang mendapati keserupaan ketika ingin bersuci atas sesuatu yang suci dan yang terkena najis, maka dia harus Ijtihad baru kemudian dia bersuci dengan apa yang dia anggap suci setelah Ijtihad nya dengan semisal ada tanda² yang menunjukkan atas kesucian atau tidak nya, seperti berubah atau bekas hewan semisal anjing dll.
Syarat-syarat boleh Ijtihad :
1. harus ada di setiap dari yang serupa sesuatu yang boleh di pakai bersuci atau dalam kehalalan.
Contoh :
- jika seseorang mau bersuci kemudian ada dua wadah satu air dan yang satunya kencing nya hewan atau yang lain, maka tidak boleh Ijtihad karena air kencing bukan bisa di pakai bersuci atau halal di minum, dan caranya harus di buang keduanya kemudian bertayammum.
- jika ada antara air muthlaq dan semisal air mawar, maka boleh berijtihad untuk di minum dan semisalnya tidak boleh Ijtihad untuk bersuci, karena dalam yang semisal air mawar tidak bisa di buat bersuci, kemudian jika dia sudah berijtihad untuk di minum, maka boleh di pakai bersuci karena dalam qo'idah :
يغتفر في الشيء تبعا ما لا يغتفر فيه مقصودا
Di toleransi ketika posisi jadi pengikut apa² yang tidak di toleransi saat itu menjadi tujuan utamanya ( terjadi di awal )
2. harus ada peluang untuk mengetahui sesuatu itu dengan tanda² seperti bergerak atau kurang nya salah satu diantara yang ia ijtihad.
3. Yang ia ijtihad berjumlah dari awal Ijtihad sampai akhir, jika tumpah atau hilang tinggal satu, atau dalam satu baju terkena najis kemudian lupa tempat nya, maka tidak boleh ijtihad.
4. Tidak terlalu banyak, seperti kurang dari 300 sesuatu yang ia ijtihad.
5. mengetahui terkena najis di salah satu sesuatu yang ia ijtihad.
6. Mencukupi waktu Ijtihad, bersuci, dan sholat nya, jika waktunya sempit maka sholat dengan tayammum kemudian mengulangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar