Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa
Sultonul Qulub Al Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa atau lebih dikenal dengan Habib Munzir lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses lulusan New York University, Amerika Serikat. Pernah juga nyantri selama 10 tahun kepada al-Allamah al-Habib Alwi al-Malikiy (ayah dari al-Allamah as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Malikiy), Makkah Mukarromah.
Habib Munzir dibesarkan dengan didikan yang lembut dan penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Beliau diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menentukan sendiri jalan hidup macam apa yang akan beliau tempuh di masa depan.
“Saya adalah seorang anak yang sangat dimanja Ayah saya,” demikian pengakuan beliau dalam salah satu milisnya.
Kebebasan itu membuat beliau jadi seenaknya sendiri. Ketika kakak-kakaknya telah lulus dan diwisuda beliau justru memilih drop out dan hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian. Beliau juga sempat menjadi penjaga losmen milik ayahnya. Duduk di tempat yang sama sekali tidak menarik dan begadang setiap malam. Ayah beliau yang merasa prihatin atas keadaan anaknya kemudian menegurnya, “Kau ini mau jadi apa? Tentukan, jika ingin belajar agama, maka lakukanlah dengan serius, jika ingin kuliah maka selesaikan dan bila perlu sampai ke luar negeri. Namun saranku tuntutlah ilmu agama. Aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan kebanggaan apapun dari orang-orang yang menyanjung negeri barat. Meskipun aku lulusan universitas bergengsi, aku tetap tidak bisa sukses dalam bisnis kecuali dengan kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku menghindari itu.”
Kabar Gembira dari Rasulullah Saw
Dalam masa-masa prihatin itu, Habib Munzir kemudian melakukan berbagai peningkatan spiritual diri dengan berpuasa dawud as, dan melanggengkan pembacaan shalawat 1000 kali di siang dan malam. Juga sering hadir di pengajian Habib Husain bin Abdullah bin Muhsin Alattas dengan materi kitab Fathul Bari.
Dengan amalan-amalan tersebut beliau jadi kerap mimpi bertemu Rasulullah Saw. Setiap kali ketika sedang gundah, Rasulullah hadir dalam mimpi dan menghiburnya. Suatu ketika, beliau bermimpi bersimpuh dan memeluk Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku lagi. Butakan mataku ini asal bisa jumpa denganmu. Atau matikan aku sekarang, aku tersiksa di dunia ini.”
Rasulullah Saw menepuk bahunya berkata, “Munzir, tenanglah, sebelum usiamu empat puluh tahun, engkau akan berjumpa denganku.”
Selain itu, dalam masa keprihatinan, Munzir juga sering berdoa, semoga ia dapat dipertemukan dengan pendidik (murabbi) yang dapat menghantarkannya kepada jalan menuju Allah Saw. hingga kemudian ia belajar di pesantren Al-Habib Naqib bin Syaikh bin Syaikh Abu Bakar, Bekasi Timur. Dan di tempat ini pula, ia bertemu dengan Guru Mulia Al-Musnid al-Allamah am-Habib Umar bin Hafidz, Hadramaut, Yaman lewat suatu kunjungan. Tanpa disangka sebelumnya, ternyata Sang Guru Mulia telah tertarik untuk menjadikannya sebagai murid.
Membuka lembaran baru
Yaman adalah harapan baru. Setelah di Indonesia mengalami ‘keterasingan’ dalam pendidikan dan jati diri. Munzir muda telah memasuki babak baru dalam kehidupannya. Belajar di negeri para wali di bawah bimbingan guru yang sufi.
Pada masa itu, nama Habib Umar bin Hafidz belum sebesar dan setenar sekarang. Ma’had Darul Musthofa belum di bangun dan belajar di kediaman sang guru dengan peralatan seadanya. Semua masih permulaan dan banyak kekurangan. Apalagi saat perang Yaman utara dan selatan berkecambuk. Kondisi semakin memburuk. Pasokan makanan berkurang, listrik mati, BBM langka dan lain sebagainya. Bahkan untuk mengaji bersama sang guru yang biasanya naik mobil akhirnya menjadi jalan kaki sepanjang 3-4 km karena pasokan BBM sangat minim.
Namun semua itu dilakukan dengan penuh kesabaran dan rasa cinta. Dan di tengah perjalan yang penuh melelahkan itu, ada bisyarah (kabar gembira) yang keluar bibir mulia sang guru. Suatu hari beliau dilirik oleh sang gur dan berkata, “Namamu Munzir (artinya: pemberi peringatan)?”.
Beliau mengangguk. Lalu sang guru meneruskan, “Kau akan memberi peringatan pada jama’ahmu kelak!”.
Beliau tercengang mendengarnya dan sejak itu ucapan sang guru selalu terngiang dan bergelayut di hatinya.
Majelis Rasulullah Saw.
Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998. Mulai berdakwah dengan mengunjungi rumah-rumah, bercengkerama dengan mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan. Awal berdakwah, Habib Munzir memakai kendaraan umum. Turun naik bus, menggunakan jubah dan surban, serta membawa kitab-kitab. Tak jarang Habib Munzir mendapat cemoohan dari orang-orang sekitar. Ia bahkan pernah tidur di emperan toko ketika mencari murid dan berdakwah.
Dengan penuh kesabaran, masa-masa pahit itu ia lalui. Lalu atas permintaan mereka, maka mulailah Habib Munzir membuka majelis. Jumlah hadirin awalnya sekitar 6 orang, ia terus berdakwah dengan meyebarkan cinta dan kasih sayang kepada Allah SWT.
“Kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy. Kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy. Pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy, betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan,” demikian yang sering disampaikan Habib Munzir dalam beberapa majelisnya.
“Inilah Dakwah Nabi Muhammad Saw yang hakiki. Masing-masing dengan kesibukannya. Tapi hati mereka bergabung dengan satu kemuliaan. Inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam.” tambahnya.
Dari dakwah yang santun dan lembut itulah, akhirnya dakwahnya disukai banyak kalangan. Hingga kemudian, lahirlah ‘Majelis Rasulullah SAW’, agar apa-apa yang dicita-citakan oleh majelis taklim ini tercapai. Sebab ia berharap, semua jemaahnya bisa meniru dan mencontoh Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai panutan hidup. Kini jamaah Majelis Rasulullah Saw sudah jutaan. Tersebar di Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Mataram, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Singapura, Malaysia, bahkan Jepang.
Habib Munzir meninggal dunia pada usia empat puluh tahun, tepat sebagaimana “kabar gembira” yang disampaikan Rasulallah Saw dalam mimpinya. Selamat jalan peminum cawan cinta Rasulullah Saw.
Muhammad Hasyim
http://majalahlangitan.com
Berikut adalah silsilah beliau:
Al-Allamah wal Fahamah Sayyidi Syarif Al-Habib Munzir bin
Fuad bin
Abdurrahman bin
Ali bin
Abdurrahman bin
Ali bin
Aqil bin
Ahmad bin
Abdurrahman bin
Umar bin
Abdurrahman bin
Sulaiman bin
Yaasin bin
Ahmad Al-musawa bin
Muhammad Muqallaf bin
Ahmad bin
Abubakar Assakran bin
Abdurrahman Assegaf bin
Muhammad Mauladdawilah bin
Ali bin
Alwi Alghayur bin
Muhammad Faqihil Muqaddam bin
Ali bin
Muhammad Shahib Marbath bin
Ali Khali’ Qasim bin
Alwi bin
Muhammad bin
Alwi bin
Ubaidillah bin
Ahmad Almuhajir bin
Isa Arrumiy bin
Muhammad Annaqib bin
Ali Al Uraidhiy bin
Jakfar Asshadiq bin
Muhammad Albaqir bin
Ali Zainal Abidin bin
Husein dari Fathimah Azahra Putri Rasululullah SAW.
Guru-Guru dan Salah Satu Sanad Guru Habib Munzir Al Musawa
Adapun guru-guru beliau antara lain:
1. Habib Umar bin Hud Al-Athas (cipayung),
2. Habib Aqil bin Ahmad Alaydarus,
3. Habib Umar bin Abdurahman Assegaf,
4. Habib Hud Bagir Al-Athas
5. Di pesantren Al-Khairat beliau belajar kepada Ustadz Al-Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar
6. Di Hadramaut beliau belajar kepada
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (Rubath Darul Mustafa)
7. Sering juga beliau hadir di majelisnya Al-Allamah Al-Arifbillah Al-Habib Salim Asy-Syatiri (Rubath Tarim).
Dan yang paling berpengaruh di dalam membentuk kepribadian beliau adalah
Guru mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim.
Sanan keilmuan beliau adalah:
Al-Habib Munzir bin fuad Al-Musawa berguru kepada :
Guru Mulia Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Musnid Al-Arifbillah Sayyidi Syarif Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim,
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdulqadir bin Ahmad Assegaf,
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdullah Assyatiri,
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (simtuddurar),
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur (shohibulfatawa),
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Husen bin Thohir,
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Umar bin Seggaf Assegaf,
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Hamid bin Umar Ba’alawiy,
Al-Allamah Al-Habib Al-Hafizh Ahmad bin Zein Al-Habsyi,
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (shohiburratib),
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Husein bin Abubakar bin Salim, (kepada ayahnya)
Al-Imam Al-Allamah Al-Habib Abubakar bin Salim (fakhrulwujud),
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahabuddin,
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman bin Ali (Ainulmukasyifiin), (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Abubakar (assakran), (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abubakar bin Abdurrahman Assegaf, (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Habib Abdurrahman Assegaf, (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Muhammad Mauladdawilah, (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Musnid Al-Habib Ali bin Alwi Al-ghayur, (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Hafizh Al-Imam faqihilmuqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy, (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbath, (kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Muhammad Shahib Marbath bin Ali,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ali Khali’ Qasam bin Alwi,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Muhammad,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Muhammad bin Alwi,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Alwi bin Ubaidillah,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Arrumiy,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Isa Arrumiy bin Muhammad Annaqib,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ali Al-Uraidhiy bin Ja’far Asshadiq,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ja’far Asshadiq bin Muhammad Al-Baqir,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin,(kepada ayahnya)
Al-Allamah Al-Imam Ali Zainal Abidin Assajjad,(kepada ayahnya)
Al-Imam Husein ra,(kepada ayahnya)
Al-Imam Ali bin Abi Thalib ra,(kepada ayahnya)
Dan beliau berguru kepada Semulia-mulia Guru, Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW, maka sebaik-baik bimbingan guru adalah bimbingan Rasulullah SAW.
Wafat
Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, pada Ahad 15 September 2013 atau 9 Dzul-Qa'dah 1434 H, sekitar pukul 15.30 WIB.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
"Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para 'ulama". (QS. Fathir : 28)
Sebagai hamba Allâh Subhanahu wata'ala , semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.
Allâh SWTberfirman :
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan."
(QS. al-Anbiyâ’/21: 35)
Sumber : http://www.muslimedianews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar