Kamis, 06 Juni 2019

Cara memperlakukan Anak dalam Islam (Ali bin Abi Thalib.Ra)

Imam Ali bin Abi Thalib Ra. Merumuskan cara memperlakukan anak:

1. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja.

2. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.

3. Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.

►ANAK SEBAGAI RAJA (Usia 0-7 tahun)

Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan sepenuh hati dan tulus adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan. Banyak hal kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi perkembangan prilakunya, misalnya:
Bila kita langsung menjawab dan menghampirinya saat ia memanggil kita- bahkan ketka kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita – maka ia akan langsung menjawab dan menghampiri kita ketika kita memanggilnya.

Saat kita tanpa bosan mengusap punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat atau membelai pngung kita saat kita kelelahan atau sakit.

Saat kita berusaha keras menahan emosi di saat ia melakukan kesalahan sebesar apapun, lihatlah dikemudian hari ia akan mampu menahan emosinya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan padanya.

Maka ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya.

►ANAK SEBAGAI TAWANAN (usia 8-14 tahun)

Kedudukan seorang tawanan perang dalam islam sangatlah terhormat, Ia mendapatkan haknya secara proporsional, namun juga dikenakan berbagai larangan dan kewajiban. Usia 7-14 tahun adalah usia yang tepat bagi seorang anak bagi seorang anak untuk diberika hak dan kewajiban tertentu.

Rasulullah SAW mulai memerintahkan seoang anak untuk sholat wajib pada usia 7 tahun, dan memperbolehkan kita memukul anak tersebut (atau mengukum dengan hukuman seperlunya) ketika iIa telah berusia 10 tahun namun meninggalkan sholat. Karena itu usia 7-14 tahun adalah saat yang tepat dan pas bagi anak-anak kita untuk diperkenalkan dan diajarkan tentang hal-hal yang terkait dengan hukum-hukum agama, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang, seperti:

1. Melakukan sholat wajib 5 waktu
2. Memakai pakaian yang bersih, rapih dan menutup aurat
3. Menjaga pergaulan dengan lawan jenis
4. Membiasakan membaca Al-Qur’an
5. Membantu pekerjaan rumah tanngga yang mudah dikerjakan oleh anak susianya
6. Menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan sehari-hari Reward dan punishment (hadiah/penghargaan/ pujian dan hukuman/teguran) akan sangat pas diberlakukan pada usia 7 tahun kedua ini, karena anak sudah bisa memahami arti dari tanggung jawab dan konsekuaensi.

Namun demikian, perlakuan pada setiap anak tidak harus sama kerena every child is unique (setiap anak itu unik)

►ANAK SEBAGAI SAHABAT (usia 15-21 tahun)

Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orang tua kita sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib karomallahu wajhah.
Berbicara dari hati ke hati Inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menelaskan bahwa ia sudah remaja dan beranjak dewasa.

Perlu dikomunikasikan bahwa selain mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia setelah akil baliqh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak akanditayangkan da diminta pertanggung jawabannya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Memberi Ruang Lebih Setelah measuki usia akil Baligh, anak perlu memiliki ruang agar tidakmerasa terkekang, namun tetap dalam pengawasan kita.

Controlling tetap harus dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdo’a untuk kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
Mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya tanggung jawab yang lebih beratdan lebih besar, dengan begini kelak anak- anak kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan dapat diandalkan.

Contoh pemberian tanggung jawab pada usia ini adalah seperti memintanya membimbing adik- adiknya, mengerjakan beberapa pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola keuangannya sendiri.
Semoga Allah memberikan kita anak-anak yang shaleh dan berbakti.

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38).

Sumber: FP Alhabib Quraisy Baharun

Jumat, 05 April 2019

Sayyidatuna Fathimah Az- Zahra  AND Ali bin Abi Thalib

Dalam Diam Ada Cinta

Kisah cinta yang sudah terpendam sejak lama, kisah cintanya sangat terjaga kerahasiaannya dalam kata, sikap dan ekspresi mereka bahkan konon syaithanpun tak bisa mengendusnya, mereka bisa menjaga izzah mereka, hingga Allah telah menghalalkannya.

Ali bin Abi Thalib adalah keponakan dan salah satu sahabat yang istimewa dimata Rasulullah SAW. Selain beliau tinggal langsung bersama Rasulullah, dia juga seorang pemberani yang pernah menggantikan posisi tidur Rasulullah disaat hijrah dan juga seorang mujahid perang yang gagah.

Sementara Fatimah, putri Rasulullah SAW yang taat, penyayang dan sangat peduli pada Rasulullah SAW, selalu ada disamping ayahnya dalam setiap kisah perjuangan sang ayah membumikan nilai-nilai islam di tengah kafir Quraisy.

Ali sudah menyukai Fatimah sejak lama, kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaninya saja, kecantikan Ruhaninya melintasi batas hingga langit ketujuh. Kendalanya adalah perasaan rendah dirinya, apakah mampu ia membahagiakan putri Rasulullah dengan keadaannya yang serba terbatas. Demikian kira-kira perasaan yang ada pada Ali saat itu.

Pada suatu ketika, Fatimah dilamar oleh seorang laki-laki yang selalu dekat dengan nabi, yang telah mempertaruhkan kehidupannya, harta dan jiwanya untuk Islam, menemani perjuangan Rasulullah SAW sejak awal-awal risalah ini.

Dialah Abu Bakar Ash Shiddiq, entah kenapa mendengar berita ini Ali terkejut dan tersentak jiwanya, muncul rasa-rasa yang diapun tak mengerti, Ali merasa diuji karena terasa apalah dirinya jika dibanding dengan Abu Bakar kedudukannya disisi nabi.

Ali merasa belum ada apa-apanya bila dibanding dengan perjuangannya dalam menyebarkan risalah Islam, entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan dakwahnya. Sebutlah ‘Utsman, ‘Abdurrahman bin auf, Thalhah, Zubair, Sa’d bin abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan oleh anak-anak seperti Ali. Tak sedikit juga para budak yang dibebaskan oleh Abu Bakar sebutlah Bilal bin rabbah, khabbab, keluarga yassir, ‘Abdullah ibn mas’ud.

Dari sisi finansial Abu Bakar seorang saudagar, tentu akan lebih bisa membahagiakan Fatimah, sementara Ali?, hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

Melihat dan memperhitungkan hal ini, Ali ikhlas dan bahagia jika Fatimah bersama Abu Bakar, meskipun ia tak mampu membohongi rasa-rasa dalam hatinya yang ia sendiri tak mengerti, apakah mungkin itu yang namanya cinta?

Namun ternyata lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapannya. Ali kembali mempersiapkan diri, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.

Namun ujian bagi Ali belum berakhir, setelah Abu Bakar mundur muncullah laki-laki nan gagah perkasa dan pemberani. Seseorang yang dengan masuk Islamnya mengangkat derajat kaum muslimin, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Seorang yang diberi gelar Al-Faruq.
Ya, dialah Umar ibn Al Khaththab. Pemisah antara kebenaran dan kebatilan juga datang melamar Fatimah.

Ali pun ridha jika Fatimah menikah dengan Umar, ia bahagia jika Fatimah bisa bersama dengan sahabat kedua terbaik Rasulullah setelah Abu Bakar yang mana Rasulullah sampai mengatakan “Aku datang bersama Umar dan Abu Bakar”.

Namun kemudian Ali pun semakin bingung karena ternyata lamaran Umar pun ditolak.

Setelah itu menyusul Abdurahman bin Auf melamar sang putri dengan membawa 100 unta bermata biru dari mesir dan 10.000 Dinnar, kalo diuangkan dalam rupiah kira kira 55 milyar. Dan lamaran bermilyar-milyar itupun ditolak oleh Rasulullah.

Akan tetapi kekhawatiran Ali bin Abi Thalib belum berakhir sampai di sini karena ternyata sahabat yang lainpun melamar sang Az Zahra. Usman bin Affanpun memberanikan dirinya melamar sang putri, dengan mahar seperti yang dibawa oleh Abdurrahman bin Auf, hanya ia menegaskan kembali bahwa kedudukannya lebih mulia di banding Abdurrahman bin Auf karena ia telah lebih dahulu masuk islam.

Tidak disangkaa tidak diduga, ternyata Rasulullahpun menolak lamaran Usman bin Affan.

Empat sahabat sudah memberanikan diri dan mereka semua telah ditolak oleh Rasulullah SAW.

“Mengapa bukan engkau saja yang mencobanya kawan?”, seru sahabat Ali,
"Mengapa engkau tak mencoba melamar Fatimah?, aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
“Aku?”, tanyanya tak yakin.
“Ya. Engkau wahai saudaraku!”
“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa aku andalkan?”
Sahabatnyapun menguatkan “Kami dibelakangmu, kawan!

Akhirnya Ali bin Abi Thalibpun memberanikan diri menjumpai Rasulullah untuk menyampaikan maksud hatinya, meminang putri nabi untuk jadi istrinya. Awalnya beliau hanya duduk di samping Rasulullah dan lama tertunduk diam. Hingga Rasulullahpun bertanya ” wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau inginkan?”

Sejenak Ali terdiam, dan dengan suara bergetar iapun menjawab, ” Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah” Mendengar jawaban Ali ini beliau SAW tidak terkejut. "Bagus, wahai Ibnu Abu Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku”

Kemudian Rasulullah meninggalkan Ali dan bertanya kepada putrinya, ketika ditanya Fatimah hanya terdiam dan Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya.

Rasulullah kemudian mendekati Ali dan bersabda "Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali?

Alipun menjawab ” Orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang aku sembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi”

Dengan tersenyum Rasulullah SAW bersabda "Wahai Ali, tidak mungkin engkau terpisah dengan pedangmu, karena dengannya engkau membela diri dari musuh-musuh Allah SWT dan tidak mungkin juga engkau berpisah dengan untamu karena ia engkau butuhkan untuk membantumu mengairi tanamanmu, aku terima mahar baju besimu, jual lah dan jadikan sebagai mahar untuk putriku” Wahai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di Langit sebelum aku menikahkan engakau di Bumi" Diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.

Ali bin Abi Thalib menjual baju besi tsb dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW, dan nabipun membagi uang tersebut ke dalam 3 bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian lagi di kembalikan kepada Ali bin Abi Thalib sebagai biaya untuk jamuan makan untuk para tamu yang menghadiri pesta.

Setelah segala-galannya siap,dengan perasaan puas dan hati gembira dan di saksikan oleh para sahabat Rasulullah mengucapkan kata ijab kabul pernikahan putrinya

Kemudian Nabi SAW bersabda:"Sesunguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah Putri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib,Maka saksikanlah sesunguhnya aku telah menikahkanya dengan mas kawin empat ratus dihram(nilai sebuah baju besi) dan Ali Ridho(menerima)mahar tersebut.

Maka menikahlah Ali dengan Fatimah Pernikahan mereka penuh hikmah walau di arungi di tengah kemiskinan Bahkan di sebutkan oleh Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya

Dan malam harinya setelah dihalalkan oleh Allah SWT, terjadilah dialog yang sangat menggetarkan. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”,
Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.
Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

Subhanallah, itu adalah pujian terbaik dari seorang istri yang bisa membahagiakan hati suaminya.

Ali dan Fatimah saling mencintai karna Allah mereka mencintai dalam diam,menjaga cintanya dan Allah satukan dalam ikatan suci pernikahan Maa Syaa Allah.

Semoga Allah SWT mempertmukan kita semua dengan orang yang sunguh-sunguh mencintai kita seperti Fatimah dan Ali.

Aamiin Yaa Robbal Alamiin
Cnp dari Majlis Rasulullah Bojonegro

Senin, 25 Februari 2019

Nasehat Hadratusyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari

Nasehat-Nasehat Hadratusyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari

Al-MAWA'IDZ
Oleh: AL FAQIR MUHAMMAD HASYIM ASY’ARI

Bismillahirrahmanirrahim

(Surat ini) dari makhluk yang paling melarat, bahkan pada hakikatnya dari orang yang tidak punya sesuatu apapun, Muhammad Hasyim Asy’ari semoga Allah SWT mengampuni keturunannya dan seluruh umat muslim. Kepada teman-teman yang mulia penduduk tanah Jawa dan sekitarnya, baik ulama maupun masyarakat umum.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Benar-benar telah sampai kepadaku (sebuah kabar) bahwa api fitnah dan pertikaian telah terjadi diantara kalian semua. Maka aku merenung sejenak apa kira-kira sebabnya. Kemudian aku berkesimpulan bahwa sebab itu semua adalah karena masyarakat zaman sekarang telah banyak yang mengganti dan merubah kitab Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 10 yang artinya:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu”. (QS. 49 : 10)

Sementara masyarakat sekarang menjadikan orang mukmin sebagai musuh dan tidak ada upaya untuk mendamaikan diantara mereka, bahkan ada kecenderungan untuk merusaknya. Rasulullah SAW bersabda :

“Jangan kalian saling menebar iri dengki, jangan kalian saling membenci dan jangan saling bermusuhan. Jadilah kalian bersaudara wahai hamba-hamba Allah SWT”.

Sementara masyarakat zaman sekarang saling iri dengki, saling membenci, saling bersaing (dalam urusan dunia) dan mereka akhirnya mereka jadi musuh. Wahai para ulama yang fanatik terhadap sebagian madzhab dan pendapat. Tinggalkanlah fanatik kalian dalam urusan-urusan far’iyyah (tidak fundamental) yang di dalamnya ulama (masih) menawarkan dua pendapat, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa “Setiap mujtahid (niscaya) benar”. Serta pendapat yang mengatakan “Mujtahid yang benar (pasti hanya) satu, namun (mujtahid) yang salah tetap mendapat pahala”.
Tinggalkanlah fanatik (kalian) dan tinggalkanlah jurang yang akan merusak kalian. Lakukanlah pembelaan terhadap agama Islam, berjuanglah kalian untuk menangkis orang-orang yang mencoba melukai Al Qur an dan sifat-sifat Allah SWT. Berjuanglah kalian untuk menolak orang-orang yang berilmu sesat dan akidah yang merusak. Jihad untuk menolak mereka adalah wajib. Dan sibukkanlah dirimu untuk senantiasa berjihad melawan mereka.

Wahai manusia! Diantara kalian ada orang-orang kafir yang memenuhi negeri ini, maka siapa lagi yang yang bisa diharapkan bangkit untuk mengawasi mereka dan serius untuk menunjukkannya kejalan yang benar?

Wahai para ulama, untuk urusan seperti ini (baca; membela Al-Qur an dan menolak orang yang menodai agama), maka bersungguh-sungguhlah kalian dan silahkan kalian berfanatik. Adapun fanatik kalian untuk urusan-urusan agama yang bersifat fari’yyah dan mengarahkan manusia kemadzhab tertentu atau pendapat tertentu, maka itu adalah suatu hal yang tidak akan diterima Allah SWT dan tidak senangi oleh Rasulullah SAW.

Yang membuat kalian semua bertindak seperti itu tiada lain kecuali hanya kefanatikan kalian (terhadap madzhab tertentu), bersaing dalam bermadzhab dan saling hasud. Sungguh, kalau saja Imam Syafi’I, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Hajar dan Imam Ramly masih hidup (ditengah tengah kita), maka pasti mereka akan sangat ingkar dan tidak sepakat atas (perbuatan) kalian dan tidak mau bertanggung jawab atas apa yang kalian perbuat.

Kalian mengingkari sesuatu yang masih dikhilafi para ulama, sementara kalian melihat banyak orang yang tak terhitung jumlahnya, meninggalkan shalat yang hukumannya menurut Imam Syafi’i, Malik dan Ahmad adalah potong leher. Dan kalian tidak mengingkarinya sedikitpun. Bahkan ada diantara kalian yang telah melihat banyak melihat tetangganya tidak ada yang melaksanakan shalat, tapi diam seribu bahasa.

Lantas bagaimana kalian mengingkari sebuah urusan far’iyyah yang terjadi perbedaan pendapat diantara ulama? Sementara pada saat yang sama kalian tidak (pernah) mengingkari sesuatu yang (nyata-nyata) diharamkan agama seperti zina, riba, minum khamar dll.

Sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak kalian untuk terpanggil (mengurusi) hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Kalian hanya terpanggil oleh rasa fanatisme kalian kepada Imam Syafi’I dan Imam Ibnu Hajar. Yang hal itu akan menyebabkan tercerai-berainya persatuan kalian, terputusnya hubungan keluarga kalian, terkalahkannya kalian oleh orang yang bodoh-bodoh, jatuhnya wibawa kalian di mata masyarakat umum dan harga diri kalian akan jadi bahan omongan orang-orang yang tolol dan akhirnya kalian akan (membalas) merusak mereka sebab gunjingan mereka seputar kalian. (Itu semua terjadi) Karena daging kalian telah teracuni dan kalian telah merusak diri kalian dengan dosa- dosa besar yang kalian perbuat.

Wahai para ulama! Apabila kalian melihat orang yang mengamalkan pendapat dari para imam ahli madzhab yang memang boleh untuk diikuti, walaupun pendapat itu tidak unggul, apabila kalian tidak sepakat dengan mereka, maka jangan kalian menghukuminya dengan keras, tapi tunjukanlah mereka dengan lembut. Dan apabila mereka tidak mau mengikuti anjuran kalian, maka jangan sekali-sekali kalian menjadikan mereka sebagai musuh. Perumpamaan orang-orang yang melakukan hal diatas adalah seperti orang yang membangun gedung tapi merobohkan tatanan kota.

Jangan kalian jadikan keengganan mereka untuk mengikuti kalian, sebagai alasan untuk perpecahan, pertikaian dan permusuhan. Sesungguhnya perpecahan, pertikaian dan permusuhan adalah kejahatan yang mewabah dan dosa besar yang bisa merobohkan tatanan kemasyarakatan dan bisa menutup pintu kebaikan.

Untuk itu, Allah SWT melarang hamba-Nya yang mukmin dari pertentangan dan Allah SWT mengingatkan mereka bahwa akibatnya sangat buruk serta ujung-ujungnya sangat menyakitkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 46 yang artinya:

“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu”. (QS. 8 : 46)

Wahai orang-orang muslim! Sesungguhnya didalam tragedi yang terjadi dihari-hari ini, ada ibrah (hikmah) yang banyak serta nasehat yang sangat layak diambil oleh orang yang cerdas dari hanya mendengarkan mauidzohnya para penceramah dan nasehatnya pada mursyid.

Ingatlah! Bahwa kejadian di atas adalah merupakan kejadian yang setiap saat akan selalu menghampiri kita. Maka apakah bagi kita bisa mengambil ibrah dan hikmah? Dan apakah kita sadar dari lelap dan lupa kita? Dan kita mesti sadar, kebahagiaan kita itu tergantung dari sifat tolong menolong kita, persatuan kita, kejernihan hati kita dan keikhlasan sebagian dari kita kepada yang lain. Ataukah kita tetap berteduh dibawah perpecahan, pertikaian, saling menghina, hasud dan kesesatan? Sementara agama kita satu, yaitu Islam dan madzhab kita satu, yaitu Imam Syafi’i dan daerah kita juga satu yaitu Jawa. Dan kita semua adalah pengikut Ahlu Al Sunah Wa Al Jama’ah.

Maka demi Allah SWT, sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik madzhab adalah musibah yang nyata dan kerugian yang besar.

Wahai orang-orang Islam! Taqwalah kepada Allah SWT dan kembalilah kalian semua kepada kitab Tuhan kalian. Dan amalkan sunah nabi kalian serta ikutilah jejak para pendahulu kalian yang shaleh-shaleh. Maka kalian akan berbahagia dan beruntung seperti mereka.

Taqwalah kepada Allah SWT dan damaikanlah orang-orang yang berseteru diantara kalian. Saling tolong menolonglah kalian atas kebaikan dan taqwa. Jangan saling tolong menolong atas dosa dan aniaya, maka Allah SWT akan melindungi kalian dengan rahmat-Nya dan akan menebarkan kebaikan-Nya. Jangan seperti orang yang berkata “Aku mendengarkan” padahal mereka tidak mendengarkan.

Wassalamu fi al mabda’ wa al khitam.

*(Diterjemah dari kitab Al-Mawaidz karya Hadratusyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari)

pena-tintaku.blogspot.com

Senin, 11 Februari 2019

Nasehat dari para sahabat nabi

Sayyidina Utsman bin Affan radliyallahu ‘anh berkata,
“10 hal yang paling disia-siakan, yaitu ;
1. Orang alim yang tidak dapat dijadikan tempat bertanya,
2. Ilmu yang tidak diamalkan,
3. Pendapat yang benar yang tidak diterima,
4. Senjata yang tidak dipakai,
5. Masjid yang tidak digunakan shalat,
6. Mushhaf (Al-Qur’an) yang tidak dibaca,
7. Harta yang tidak di infakkan,
8. Kuda yang tidak ditunggangi,
9. Ilmu zuhud yang ada pada hati orang yang cinta dunia,
10. Umur panjang yang tidak digunakan sebagai bekal untuk bepergian (menuju akhirat).

”Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah berkata,
1. Ilmu adalah sebaik-baiknya warisan,
2. Etika adalah sebaik-baiknya pekerjaan,
3. Takwa adalah sebaik-baiknya bekal,
4. Ibadah adalah sebaik-baiknya perdagangan,
5. Amal shaleh adalah sebaik-baiknya penuntun (menuju surga),
6. Akhlak terpuji adalah sebaik-baiknya teman (dunia akhirat),
7. Al-Hilmu (rendah diri) adalah sebaik-baiknya penolong,
8. Qana’ah adalah sebaik-baiknya kekayaan,
9. Taufiq adalah sebaik-baiknya pertolongan,
10. Kematian adalah sebaik-baiknya pendidik menuju perangai yang terpuji.”

Nasehat dari hasan bashry r.a (salah seorang pemuka golongan tabi’in) berkata:
Orang yang tidak memiliki sopan santun berarti dia tidak berilmu. Orang yang tidak sabar, berarti ia tidak menghayati agamanya. Dan orang yang tidak memiliki sifat wara’, berarti tidak memiliki derajat.
Keterangan:
Sabar ada 4 macam:
1. Sabar dalam menghadapi musibah.
2. Sabar dalam menghadapi kesulitan.
3. Sabar dalam melaksanakan taat.
4. Sabar dalam menjauhi kemaksiatan.
Yang dimaksud dengan sifat wara’ ialah hati2 (tidak suka terhadap barang yang haram, makruh dan subhat). Syubhat adalah sesuatu yang tidak jelas halal haramnya.
Maqolah ketiga belas dari bab III

Nasehat dari rasululloh SAW
Nabi SAW, telah bersabda: bahwa ada 3 golongan manusia yang akan diberi keteduhan oleh Allah SWT dibawah teduhnya arasy Allah SWT dihari kiamat yaitu untuk orang orang yang;
1. Orang yang menyempurnakan berwudhu walaupun udara sangat dingin.
2. Orang yang berjalan menuju masjid walaupun diwaktu gelap.
3. Orang yang suka memberi makan pada orang yang lapar
Keterangan: kerjakanlah sholat dan sempurnakan wudhu walaupun banyak halangan dan rintangan, serta sholatlah dengan berjamaah sekalipun dalam keadaan gelap, dan tolonglah orang yang lemah.
Maqolah kesepuluh dari bab III

3 nasehat dari Nabi Dawud as.
Nabi Dawud as. Mengatakan, telah diwahyukan didalam kitab zabur, bahwa hak orang berakal hendaklah tidak menyibukan diri, kecuali dengan 3 perkara hal ini:
a. Sediakanlah (amal sholeh) untuk kehidupan diakhirat.
b. Sediakanlah untuk perbekalan untuk kehidupan dunia.
c. Carilah kenikmatan dengan cara halal.

Nasehat dari Abu Hurairah r.a:
Abu Hurairah mengatakan, Nabi SAW telah bersabda:
Ada 3 hal yang dapat menyelamatkan (dari siksa), ada 3 hal yang dapat menjadi sebab memperoleh kedudukan tinggi (diakhirat) dan ada 3 hal dapat menghapus dosa.

3 hal yang dapat menyelamatkan manusia dari siksaan dari Allah:
1. Takut kepada Allah secara rahasia dan terang-terangan.
2. Sederhana dalam kehidupan dunia baik disaat fakir maupun disaat kaya.
3. Adil antara senang dan marah.
(maksudnya senang, suka,ridha,cinta hendaklah karena Allah, marah pun karena mencari keridhaan Allah).

3 hal yang dapat merusak diri sendiri, yaitu:
1. Sangat kikir.
2. Mengikuti kehendak nafsu.
3. Memandang dirinya sempurna, tanpa memandang kenikmatan Allah.

3 hal yang dapat menjadi sebab diperoleh kedudukan yang tinggi diakhirat nanti, adalah:
1. Membudayakan ucapan salam.
2. Memberi makan kepada tamu dan orang lapar.
3. Sholat tahajud ditengah malam saat orang-orang sedang tidur nyenyak.

3 hal yang dapat menghapuskan dosa:
1. Menyempurnakan wudhu diwaktu udara sangat dingin.
2. Melangkah kaki menuju sholat berjamaah
3. Menunggu sholat sesudah sholat

Keterangan: menunggu sholat sesudah sholat adalah menunggu untuk melaksanakan sholat fardhu berjamaah sesudah melaksanakan sholat sunnah.
Maqolah kedelapan dari bab III

Di Ambil dari kitab NASHOIHUL IBAD Karya SYEIKH NAWAWI

SBR: pena-tintaku.blogspot.com